Tradisi Bid’ah dan Musyrik Seputar Perayaan Muharram di Indonesia


Dalam menyambut datangnya bulan Muharram, sebagian umat Islam masih terjebak dalam kegiatan yang justru bertentangan dan jauh dari ajaran agama Islam.

Kegiatan tersebut merupakan warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah banyak menjadi tradisi  ditengah masyarakat Indonesia.

Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu.

Dan awal bulannya dinamakan  Suro, sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama bulan pertama bagi penanggalan Jawa.

Berikut ini beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, bahkan termasuk kedalam perkara bid’ah dan musyrik :

  1. Suro diyakini sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal ke laut.
  2. Bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya).
  3. Lek-lekan (berjaga hingga pagi hari) di tempat-tempat umum (di daerah Yogyakarta biasanya dipusatkan di tugu Yogya, Pantai Parangkusumo).
  4. Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat  berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
  5. Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti  Shalat Asyuro, membaca Doa Asyuro (dengan keyakinan tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah ada contohnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maupun para sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Shalat Asyuro adalah palsu sebagaimana disebutkan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali al-Masnu’ah.
  6. Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan dapat membuat awet muda).
  7. Melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di keraton Kasunan Solo.
  8. Thowaf di tempat-tempat keramat
  9. Memandikan benda-benda pusaka.
Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takhayul dan syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw.  menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura  menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah berlalu.

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَن صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Dari Abu Qatadah RA. Rasulullah ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.”  (HR. Muslim).

[islamedia/az] DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment