Facebook Berpihak Kepada Penjajah Zionis Israel


Para aktivis dan jurnalis Palestina menuduh  jaringan sosial media Facebook berpihak kepada pihak penjajah Israel.

“Israel tidak ingin cerita Palestina berikut pelanggaran mereka sampai ke masyarakat dunia,” kata Musa Rimawi, Direktur MADA, Pusat Palestina untuk Pembangunan dan Kebebasan Media.

Peringatan ini disampaikan menyusul keputusan Facebook Jumat lalu untuk membekukan beberapa akun Palestina dengan alasan mereka melanggar standar komunitas yang telah ditentukan.

Pekan lalu, 4 editor  Shehab News Agency di Gaza yang memiliki lebih dari 6,3 juta penyuka di Facebook dan 3 eksekutif dari  Quds News Network, dengan 5,1 juta penyuka dikabarkan tidak dapat lagi mengakses akun pribadinya. Kedua kantor berita itu berada di wilayah pendudukan Israel.

Editor Shehab News Agency yang berbasis di Gaza mengatakan bahwa langkah Facebook bukan merupakan hal yang mengejutkan. Ini menjadi keempat kalinya facebook menyensor akun mereka, ungkap Rimah Mubarak, Direktur kantor berita Shehab .

“Sebelumnya, (fan)page mereka dibekukan. Satu waktu dibekukan sebagian dan kembali online setelah seminggu kemudian, yang lainnya dua kali dibekukan secara permanen, maka kita harus membuat page baru,” kata Mubarak kepada Aljazeera. “Kami mengontak facebook berkali-kali, namun mereka tidak pernah menaggapi. Hal yang sama terjadi atas beberapa page lainnya dari beberapa kantor berita di Gaza.”

Facebook kemudian mengaku ada kesalahan sehingga mereka mengembalikan semua page yang dibekukan, kecuali salah satu akun editor Shehab.

“Kami ingin orang-orang merasa aman ketika menggunakan Facebook dan untuk alasan itu, kami menegmbangkan standar komunitas yang menjadikan tidak ada tempat untuk teroris atau konten yang mempromosikan terorisme di Facebook.” Demikian alasan yang disampaikan juru bicara Facebook ketika dihubungi Al Jazeera.

para aktivis Palestina mengatakan bahwa pembekuan ini terjadi karena tekanan Israel kepada Facebook untuk menyensor berita-berita tentang Palestina.
Israel menyalahkan meningkatnya aksi kekerasan di Israel dan Tepi Barat sejak Oktober lalu yang merenggut nyawa lebih dari 220 warga Palestina dan 34 warga Israel karena aksi provokasi online. Ratusan warga Palestina ditangkap Israel karena postingan mereka di Facebook.


“Masalahnya adalah Facebook menggunakan kebijakan dan terminologi Israel ketika menerjemahkan provokasi,” kata Nadim Nashif, pendiri 7amleh, Pusat Arab untuk Kemajuan Sosial Media.

Rakyat Palestina mengatakan bahwa akar kekerasan disebabkan karena frustasi dan pengabaian hak rakyat Palestina yang berada dibawah penjajahan militer Israel. “Dan karena frustasi ini, maka para pemuda mengekspresikannya melalui pandangan online mereka, yang mengakibatkan mereka ditangkap.”



Sejak awal Oktober 2015, terdapat 200 kasus penangkapan warga Palestina atas tuduhan provokasi yang dilaporkan.

Sementara Pusat Hukum yang berbasis di Haifa menyebutkan angka 400 kasus, termasuk 150 kasus di Tepi Barat dan 250 kasus dilakukan warga Palestina yang menjadi penduduk Israel. Banyak kasus lainnya ditahan secara administratif karena kurang bukti.

“Jadi ada semacam hukum yang diterapkan secara diskriminatif,” kata Nadeem Shahadah, pengacara.

Langkah Facebook tersebut merupakan hasil kesepakatan antara raksasa sosial media dengan pemerintah Israel yang akan memberlakukan sensoship atas apa yang dianggap sebagai “kerjasama melawan provokasi teror dan pembunuhan”.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan tim bersama untuk melawan “provokasi” online. Selanjutnya, Israel juga merancang UU yang memerintahkan jaringan sosial media untuk mencopot konten yang dianggap pemerintah sebagai provokasi dan mengebloknya jika diposkan dari alamat IP diluar Israel.

Pada 11 Oktober 2015, Dareen Tatour, 34 tahun, warga Palestina Israel ditahan atas tuduhan provokasi karena menulis puisi di Facebook yang berjudul “Lawanlah Rakyatku, Lawanlah Mereka”. Dalam kasus lain, Majd Atwan, 22 tahun. ahli kecantikan dari Bethlehem ditahan setelah mengomentari, “Berita 20 Pemukim (Yahudi) yang Terluka” dengan “Bagus” menyusul serangan bus di Yerusalem.

Anas Khateeb, 19 tahun, warga Palestina Israel ditahan kerena menulis di Facebook, “Panjang Umur Intifadah”, “Yerusalem adalah Arab” dan “Saya dalam daftar tunggu.”

Hanya saja, ujaran-ujaran kebencian dalam bahasa Yahudi sama sekali tidak disentuh Israel maupun Facebook.

Ujaran kebencian dari  rapper sayap kanan Yahudi, “The Shadow” yang bahkan dituding sebagai provokasi oleh Presiden Israel Reuven Riflin sendiri tercatat sebagai komentar provokatif dan rasis online tertinggi dalam bahasa Yahudi pada 2015. Rapper ini memiliki 250 ribu pengikut online dan pelbagai komentarnya mengundang kekerasan.

Menurut catatan Berl Katznelson Foundation, terdapat peningkatan 20 persen jumlah pernyataan provokasi dan rasis diantara pengguna sosial media Yahudi pada 2015 dan juga peningkatan 40 persen seruan kekerasan fisik terhadap rakyat Palestina dan kelompok minoritas lainnya.

Meneurut studi, 122 ribu pengguna sosial media Yahudi secara langsung menyerukan kata-kata seperti “bunuh”, “bakar” dan komunitas Arab menjadi penerima nomer satu komentar yang penuh kebencian.

“Kami melihat dampak provokasi kebencian ini dalam bentuk teror pemukim (Yahudi) dan prajurit (Israel) yang  bahagia mengeksekusi warga Palestina yang terluka di daerah pendudukan,” kata Said Erekat, Sekjen PLO sembari menyerukan perlindungan internasional

Facebook tidak merespon keprihatinan para pemimpin Palestina ini.

Kembali kata Nashif, bias Facebook terjadi karena jaringan sosial media ini berpihak kepada penjajah. “Apa yang terjadi adalah Facebook mengadopsi definisi penjajah tentang apa yang dimaksud provokasi.” DVD MURATTAL
Share on Google Plus

About Muslimina

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment